
Bagian 1 : Citra Inggris
Inggris dikenal sebagai negara yang memiliki tanah jajahan yang paling luas dibanding penakluk-penakluk negara eropa lainnya, seperti Belanda, Spanyol, dan Portugis. Dari benua Asia, Afrika, dan Amerika hampir pasti ada saja jajahannya Inggris, ditambah lagi sebagian tanah jajahan Inggris seperti Anak Benua India dan Amerika Utara merupakan daerah yang subur dan banyak menghasilkan kekayaan yang tidak sedikit yang membuatnya menjadi pundi-pundi keuntungan bagi imperialisme negara tersebut.
Citra Inggris sebagai penjajah ternyata lekat hubungannya dengan kaitan agama. Tidak seperti negara-negara Eropa yang lainnya, yang menerapkan faktor "gospel" dalam menyebarkan ajaran agamanya ke tanah jajahannya, Inggris, meskipun penganut kuat Kristen Anglikan, mereka tidak memikirkan untuk menyebarkan agama Kristen pada penduduk tanah jajahannya, Inggris lebih mementingkan tujuan untuk mendapatkan profit keuntungan sebanyak-banyaknya daripada agenda Kristenisasi yang apabila itu dilakukan dapat menimbulkan resistensi penolakan dari penduduk koloni jajahannya yang berbeda agama sehingga dapat mengurangi kemungkinan semakin bertambahnya perlawanan yang eksesnya adalah biaya pengeluaran yang tidak sedikit.
Tujuan utama Inggris yang lebih mementingkan profit sebanyak-banyaknya ini tentunya dapat dicapai dengan misi-misi penerapan Inggris. Inggris menciptakan sistem pendidikan yang baik di negara jajahannya sebagai investasi jangka panjang dan mekanisasi dilakukan di industri-industri untuk mempercepat efektivitas perdagangan. Dengan itu, secara tidak langsung, Inggris menerapkan hal-hal yang progresif dalam intelektual manusia yang menjunjung tinggi hak kesetaraan dalam mendapatkan pendidikan. Citra Inggris benar-benar dipahami oleh masyarakat tanah jajahannya sebagai negara yang benar-benar tidak ingin menyebarkan Kristenisasi kepada masyarakatnya. Hal yang sama sebenarnya sudah dicoba oleh Belanda untuk menerapkan sistem pendidikan, akan tetapi disebabkan Belanda masih menerapkan Kristenisasi, banyak menimbulkan pemberontakan oleh masyarakat tanah jajahannya yang menyebabkan anggaran Belanda boros dan tidak maksimal dalam menerapkan kebijakan-kebijakan pendidikan dan sistem ekonominya.

Meskipun begitu, penjajah adalah penjajah. Mereka melakukan eksplorasi yang bukan berada di wilayah miliknya. Mengambil hak-hak masyarakat setempat untuk melakukan aktivitas sesuai kehendak. Di Nusantara, tetap ada perlawanan oleh rakyat kepada Inggris, seperti yang dilakukan oleh Sultan Mahmud Baharuddin II di Palembang. Ia diperintahkan oleh Inggris untuk mengusir Belanda, tetapi ia tidak ingin bekerja sama oleh Inggris karena menganggap bahwa Inggris sama saja dengan Belanda, hanya ingin memanfaatkan wilayahnya sebagai tanah jajahannya.
Bagian 2 : Sejarah Inggris datang ke Nusantara
Inggris menjajah Indonesia dari tahun 1811 hingga 1816.
“Here’s to the land of beauty, strength, and freedom. Happy Independence Day, Indonesia!"
Inggris menjajah Indonesia dari tahun 1811 hingga 1816. Penjajahan Inggris diawali dengan datangnya Belanda pada 4 Agustus 1811 dengan 60 kapal di pelabuhan Batavia yang saat itu dikuasai Rep Bataaf yang dipimpin Jan Willem Jansens. Pada tanggal 26 Agustus 1811, Batavia jatuh ke tangan Inggris. Pasukan perang Inggris dibawah Sir Thomas Stamford Raffles melakukan penyerangan kepada Jan Willem Jansens yang melarikan diri ke Semarang, dan menyingkir ke Mangkunegaran untuk meminta bantuan. Namun, sesampainya di Desa Tuntang, Kecamatan Tuntang, Kab. Semarang, Inggris memaksa Jansens menyerah dan ditandatanginya Kapitulasi Tuntang.
Perjanjian Tuntang dilaksanakan pada tanggal 18 September 1811 dengan isi sebagai berikut :
Pemerintah Belanda menyerahkan wilayah Hindia Belanda kepada Inggris
Semua tentara Belanda menjadi tawanan perang Inggris
Orang Belanda dipekerjakan dalam pemerintahan Inggris
Hutang Belanda tidak menjadi tanggungan Inggris
Raffles memberi kesempatan kepada rakyat Indonesia untuk melakukan perdagangan bebas
Atas jasa Stamford Raffles dalam menaklukkan Jawa, Lord Minto yang menjabat sebagai Gubernur Jenderal EIC di India menugaskan Raffles untuk menjadi Letnan Gubernur di Jawa. Selama menjabat sebagai Letnan Jenderal, Raffles menjabat pemerintahan di Buitenzorg (Bogor).

Dapat disimpulkan, bahwa Inggris melihat potensi Nusantara yang kaya akan sumber daya alamnya. Inggris melihat kesempatan yang datang dikarenakan situasi Belanda yang sedang tidak stabil, sehingga segera melakukan penyerangan untuk mengusir Belanda dari Nusantara. Dari sinilah, kita dapat melihat bahwa Inggris pintar melihat potensi sebuah wilayah dan bertujuan untuk mengembangkan potensi wilayah tersebut untuk profit sebanyak-banyaknya.
Bagian 3 : Kebijakan Inggris di Nusantara
Kebijakan-kebijakan Inggris di Nusantara meliputi sistem perkembangan kualitas sumber daya manusia untuk memajukan sistem eksplorasi demi mencapai tujuan utama Inggris, yaitu mendapatkan profit sebanyak-banyaknya. Berdasarkan berbagai sumber, kebijakan Inggris di Nusantara adalah:
Kebijakan Raffles Selama Menjabat Letnan Jenderal di Jawa
Secara umum, Raffles memberikan banyak perubahan positif di Indonesia selama masa penjajahan Inggris. Berikut adalah kebijakan – kebijakan tersebut :
Kebijakan Bidang Pemerintahan
Menegosiasian perdamaian dengan penguasa lokal yang dianggap menentang Inggris
Membagi Jawa menjadi 16 karesidenan dan 9 perfektur
Mereformasi kebijakan kolonial Belanda
Para bupati feodal menjadi pegawai pemerintah yang berada di bawah naungan pemerintah pusat
Adaptasi sistem politik Inggris
Kebijakan Bidang Ekonomi
Kebebasan menanam tanaman ekspor yang menguntungkan
Menghapus pajak hasil bumi (Contingenten) dan penyerahan wajib (Verplichte Laverentie)
Menerapkan sistem sewa tanah (landrent)
Menerapkan sistem uang
Memberi kepastian hukum bagi tanah petani
Meningkatkan daya beli masyarakat dari produk industri Inggris
Kebijakan Bidang Sosial Budaya
Menyelesaikan tulisan History of Java
Penemuan bunga Rafflesia Arnoldi
Pemugaran beberapa candi seperti Candi Borobudur dan Prambanan
Mengembangkan pusat penelitian Kebun Raya Bogor
Mendukung berdirinya Bataviaach Genootschap sebagai perkumpulan kebudayaan dan ilmu pengetahuan

Dari kebijakan-kebijakan di atas, dapat dianalisis bahwa Thomas Stamford Raffles secara umum menekankan pembangunan ekonomi di Nusantara untuk menambah kas Inggris. Inggris juga memperhatikan kebudayaan di Nusantara sebagai salah satu aspek pengembangan intelektual manusia. Dari kebijakan-kebijakan inilah Inggris disukai oleh masyarakat Nusantara karena tidak banyak menggunakan tindakan fisik yang menyiksa rakyat, justru Inggris membantu untuk mengembangkan intelektual masyarakat Nusantara. Akan tetapi, banyak masyarakat Indonesia yang pada saat itu masih feodalis dan tidak dapat memahami sistem yang direncanakan oleh Raffles, sehingga tetap saja banyak penolakan oleh masyarakat dan sistem yang gagal diterapkan oleh Raffles.
Bagian 4 : Akhir dari Penjajahan Inggris di Nusantara
Pada tahun 1815, Raffles ditarik dan digantikan John Fendall. Hal ini berkaitan dengan Perjanjian Anglo-Dutch yang terjadi pada 1814 menjelang berakhirnya Perang Napoleon di Eropa. Berakhirnya masa pemerintahan Raffles berkaitan dengan Konvensi London pada tahun 1814. dengan isi sebagai berikut :
Belanda menerima kembali seluruh daerah jajahannya di Inggris
Inggris memperoleh wilayah India dari Belanda
Jajahan Belanda seperti Sailan, Kaap Koloni, dan Guyana tetap dibawah kekuasaan Inggris
Cochin di pantai Malabar diambil alih Inggris, sedangkan Bangka diserahkan kepada Belanda
Konvensi London secara resmi dilaksanakan di Indonesia pada tahun 1816. Pada 15 Oktober 1817, Raffles ditugaskan menjadi Gubernur Jenderal di Bencoolen atau Bengkulu sebagai penghasil lada. Setelah mendapat penyerahan wilayah dari Inggris, Belanda kembali berkuasa di Hindia Belanda. Namun, permasalahan utama kerajaan Belanda pascapenyerahan resmi Hindia Belanda dari Inggris tahun 1816 adalah terjadinya kekosongan kas kerajaan Belanda dan utang yang menumpuk akibat membiayai perang. Situasi tersebut mendorong Johannes van den Bosch mencetuskan ide tanam paksa untuk menyelamatkan Belanda dari kebangkrutan. Johannes van den Bosch kemudian ditunjuk sebagai gubernur jenderal untuk menjalankan kebijakan tanam paksa.
Bagian 5 : Tidak Lama, tapi Bermakna
Penjajahan Inggris di Nusantara memang tidak lama dibanding Belanda. Akan tetapi, Inggris memperkenalkan ke masyarakat Nusantara banyak sistem baru yang dapat membangun sebuah wilayah pemerintahan menjadi lebih baik. Seperti kebijakan Inggris yang memperkenalkan sistem uang ke masyarakat sebagai komoditas untuk melakukan perdagangan dan jual beli barang, menerapkan sistem sewa tanah demi efektivitas pembangunan ekonomi usaha, dan menerapkan kepastian hukum bagi para petani.
Sebenarnya, apa yang dilakukan Inggris pada saat terdahulu, merupakan gambaran masa depan versi tradisionalnya. Inggris memang sangat visioner terhadap pembangunan ekonomi dan pemberdayaan sumber daya manusia, sangat disayangkan masyarakat Nusantara pada saat itu belum bisa memahami sistem-sistem visioner tersebut. Penjajahan Inggris tidak boleh dilupakan pada sejarah Indonesia, meskipun dalam waktu yang tidak lama, banyak peninggalan-peninggalan yang dilakukan oleh Bangsa Inggris seperti buku History of Java dan Kebun Raya Bogor.


Daftar Pustaka
Anonim. 2022. Inggris Pernah Menjajah Indonesia, Bagaimana Sejarahnya? : CNN Indonesia
Ichsan, Syalaby. 2014. Irman: Indonesia Lebih Baik Dijajah Inggris Ketimbang Belanda :
Republika
Lestari, Widya. 2022. Perlawanan Rakyat Palembang terhadap Inggris : Kompas
Nada, Nibras. 2021. Pengembalian Hindia Belanda dari Inggris (1816) : Kompas
Purwantoro, Rizky. 2022. Salah Satu Penyebab Negeri Bekas Jajahan Inggris Relatif Lebih
Maju : Kompasiana
Comments